Menganalisis Q.S Yunus Ayat 41-42 dan Kajiannya
“Jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan". (41)
Kajiannya :
Kemudian Allah swt. memberikan penjelasan bahwa apabila orang-orang musyrikin itu tetap mendustakan Muhammad saw., maka Allah swt. memerintahkan kepadanya untuk mengatakan kepada mereka bahwa Nabi Muhammad saw. berhak meneruskan tugasnya yaitu meneruskan tugas-tugas kerasulannya sebagai penyampai perintah Allah yang nyata kebenarannya, yang mengandung peringatan dan penghibur serta tuntunan ibadah serta pokok-pokok kemaslahatan yang menjadi pedoman untuk kehidupan dunia. Nabi Muhammad saw. tidak diperintahkan untuk memeriksa mereka, apabila mereka tetap mempertahankan sikap mereka yang mendustakan Alquran dan mempersekutukan Allah swt.
“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkanmu. Apakah kamu dapat menjadikan orang-orang tuli itu mendengar walaupun mereka tidak mengerti.”
Kajiannya :
Sesudah itu Allah swt. menjelaskan kepada Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya bahwa di antara orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah itu ada sekelompok manusia yang mendengarkan secara sembunyi-sembunyi apabila Alquran itu dibacakan. Mereka memperhatikan pokok-pokok agama yang terkandung di dalamnya, hanya saja mereka itu bukanlah bermaksud untuk mendengarnya dengan ketulusan hati. Karena mereka pada saat mendengar itu tidak mau mempergunakan akalnya untuk memperhatikan kandungan isinya dan tidak pula mau memikirkan maksud dan tujuannya, sehingga mereka itu dapat memahami tujuan yang sebenarnya.
Mereka mendengarkan itu karena tertarik kepada susunan bahasa yang indah dari Alquran dan mereka merasa tercengang mendengar keindahan susunannya, seperti seorang yang tertarik kepada kicauan murai di atas pepohonan, mereka hanya dapat menikmati keindahannya tetapi tidak dapat memahami maksud apa yang terkandung dalam kicauannya itu.
2.4 Isi Kandungan Surat Yunus Ayat 41-42
a. Ada golongan umat manusia yang beriman terhadap Al-Qur'an dan ada yang tidak beriman kepada Al-Qur'an.
b. Allah SWT mengetahui sikap dan perilaku orang-orang yang beriman yang bertakwa kepada Allah SWT dan orang-orang yang tidak beriman yang berbuat durhaka kepada Allah SWT.
c. Orang-orang yang beriman kepada Allah SWT (umat Islam) harus yakin bahwa Rasul Allah SWT yang terakhir adalah Nabi Muhammad SWT dan Al-Qur'an adalah kitab suci yang harus dijadikan pedoman hidup umat manusia sampai akhir zaman.
Umat Islam harus menyadari bahwa setiap amal perbuatan manusia baik ataupun buruk diketahui oleh Allah SWT. Dan masing-masing orang akan memikul dosanya sendiri-sendiri.
Orang-orang yang beriman kepada Al-Quran, pastinya mereka juga telah beriman kepada Allah swt. Dan juga sebaliknya, orang yang tidak beriman kepada Al-Quran, mereka juga tidak beriman kepada Allah SWT. Allah swt merupakan Tuhan Yang Maha Mengetahui, Allah pasti mengetahui apa saja yang kita kerjakan di muka bumi ini.
Kemudian di dalam ayat yang selanjutnya yaitu ayat 41, dijelaskan tentang tindakan orang-orang yang tidak beriman terhadap Al-Quran dan terus menerus mendustakan Nabi SAW dan tidak mau beriman kepada Allah swt. Jika mereka selalu berbuat hal yang sama terus menerus, maka katakanlah, "Bagiku pekerjaanku (amalku) dan bagimu pekerjaanmu". Dalam ayat ini, maknanya hampir sama dengan makna yang terkandung pada Q.S. Al-Kafirun, yang mana pada intinya adalah tentang toleransi beragama.
Amal yang kita kerjakan adalah untuk kita sendiri, dan amal yang mereka kerjakan adalah untuk mereka sendiri. Kita tidak boleh ikut campur tangan terhadap agama yang telah mereka yakini, karena mereka mempunyai hak untuk menganut agama yang mereka yakini, begitu juga dengan kita yang juga memiliki hak untuk menganut agama yang kita yakini. Kita tidak boleh memaksakan kehendak mereka untuk menjadi seagama dengan kita, dan begitu juga sebaliknya.
Kemudian selanjutnya tentang "Kamu berlepas diri terhapa apa yang aku kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan". Semua perbuatan baik atau jahat yang kita lakukan di dunia ini pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal, berkaitan dengan ayat ini bahwa kita akan menerima balasan baik yang baik maupun yang burus sesuai dengan amal yang telah kita perbuat di dunia ini. Dan itu tidak akan terpengaruh dengan amal perbuatan yang mereka (orang yang tidak beriman) kerjakan, kita tidak akan mendapatkan balasan akibat perbuatan buruk yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak beriman (selama kita tidak terkait/tidak ikut serta dalam perbuatan buruk tersebut). Dan begitu juga sebaliknya.
Kemudian, terhadap mereka (orang-orang yang tidak beriman) yang selalu mendustakan Nabi Muhamaad SAW, beliau diperintahkan oleh Allah swt untuk selalu berdakwah, dan menyampaikan kebenaran. Rasulullah tidak diperbolekan (tidak diperintahkan) untuk memeriksa, mengadili dan memaksa mereka untuk beriman kepada Allah swt. Tugas Rasul adalah menyampaikan, masalah mereka mau tidaknya untuk beriman kepada Allah swt, itu tergantung dari Allah swt yang memberikan Hidayah (petunjuk) kepada para hambanya.
Pengertian Kerukunan
Pengertian kerukunan. Kerukunan merupakan jalan hidup setiap manusia yang memiliki bagian-bagian dan tujuan tertentu yang harus dijaga bersama-sama, saling tolong menolong, toleransi, tidak saling bermusuhan dan saling menjaga satu sama lain. Maka dari itu setiap tanggal 3 Januari dinyatakan sebagai hari kerukunan nasional.
Kata kerukunan berasal dari bahasa arab ruknun (rukun) kata jamaknya adalah arkan yang berarti asas, dasar atau pondasi (arti generiknya).
Dalam bahasa Indonesia arti rukun ialah:
3. Rukun (nominal), berarti: Sesuatu yang harus di penuhi untuk sahnya pekerjaan, seperti tidak sahnya manusia dalam sembahyang yang tidak cukup syarat, dan rukunya asas, yang berarti dasar atau sendi: semuanya terlaksana dengan baik tidak menyimpang dari rukunnya agama.
4. Rukun (ajektif) berarti: Baik dan damai tidak bertentangan: hendaknya kita hidup rukun dengan tetangga, bersatu hati, sepakat. Merukunkan berarti: mendamaikanenjadikan bersatu hati. Kerukunan berarti : perihal hidup rukun; rasa rukun; kesepakatan: kerukunan hidup bersama.
Kerukunan berarti sepakat dalam perbedaan-perbedaan yang ada dan menjadikan perbedaan-perbedaan itu sebagai titik tolak untuk membina kehidupan sosial yang saling pengertian serta menerima dengan ketulusan hati yang penuh ke ikhlasan.
Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharannya pola-pola interaksi yang beragam diantara unit-unit (unsure / sub sistem) yang otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta sikap saling memaknai kebersamaan.
Dalam pengertian sehari-hari kata rukun dan kerukununan adalah damai dan perdamaian. Dengan pengertian ini jelas, bahwa kata kerukunan hanya dipergunakan dan berlaku dalam dunia pergaulan. Kerukunan antar umat beragama bukan berarti merelatifir agama-agama yang ada dan melebur kepada satu totalitas (sinkretisme agama) dengan menjadikan agama-agama yang ada itu sebagai mazhab dari agama totalitas itu, melainkan sebagai cara atau sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar antara orang yang tidak seagama atau antara golongan umat beragama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kerukunan ialah hidup damai dan tentram saling toleransi antara masyarakat yang beragama sama maupun berbeda, kesediaan mereka untuk menerima adanya perbedaan keyakinan dengan orang atau kelompok lain, membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang diyakini oleh masing-masing masyarakat, dan kemampuan untuk menerima perbedaan.
2.6 Perilaku yang Tercermin dalam Surat Yunus Ayat 41-42
a. Menghormati apa yang sudah menjadi keyakinan mereka dan tidak memaksakan agama kepada orang lain
b. Memberi kebebasan kepada orang lain khusunya pemeluk agama lain untuk melaksanakan ibadah
c. Tidak mencampuradukkan keyakinan agama yang satu dengan yang lain
d. Selalu berusaha berbuat baik, karena semua yang kita kerjakan akan mendapatkan balasan dari Allah swt
e. Tidak mengganggu orang lain yang berbeda agama dan keyakinan.
f. Tidak menerima bujuk rayu dari orang lain yang berbeda agama.
g. Menganggap orang lain sebagai saudara meskipun berbeda agama dan keyakinan.
h. Selalu bersikap hormat dan menghargai orang lain yang berbeda keyakinan, menghindari sikap permusuhan dan kebencian terhadap orang lain.
i. Menghindari sikap egois, sombong dan angkuh yang dapat membuat orang lain tersinggung.
j. Selalu waspada terhadap orang lain yang bermaksud menghancurkan akidah.
k. Bersikap teguh pendirian dalam menegakkan kebenaran sesuai yang dianjurkan agama Islam.
Surat Al-Maidah Ayat 32
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” Isi Kandungan Surat Al-Maidah Ayat 32
Bisa disimpulkan bahwa kandungan dari surah ini yakni :
a. Nasib manusia sepanjang sejarah memiliki kaitan dengan orang lain. Sejarah kemanusiaan merupakan mata rantai yang saling berhubungan. Karena itu, terputusnya sebuah mata rantai akan mengakibatkan musnahnya sejumlah besar umat manusia.
b. Nilai suatu pekerjaan berkaitan dengan tujuan mereka. Pembunuhan seorang manusia dengan maksud jahat, merupakan pemusnahan sebuah masyarakat, tetapi eksekusi terhadap seorang pembunuh dalam rangka qishash merupakan sumber kehidupan masyarakat.
c. Mereka yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan penyelamatan jiwa manusia, seperti para dokter dan perawat, harus mengerti nilai pekerjaan mereka. Menyembuhkan atau menyelamatkan orang yang sakit dari kematian, bagaikan menyelamatkan sebuah masyarakat dari kehancuran.
Menghindari Diri dari Tindak Kekerasan
Menghindarkan diri dari perilaku tindak kekerasan wajib dilakukan oleh kita sebagai makhluk Allah. Manusia dianugerahi oleh Allah Swt. berupa nafsu. Dengan nafsu tersebut, manusia dapat merasa benci dan cinta. Dengannya pula manusia bisa melakukan persahabatan dan permusuhan. Dengannya pula manusia bisa mencapai kesempurnaan ataupun kesengsaraan. Hanya nafsu yang telah berhasil dijinakkan oleh akal saja yang akan mampu menghantarkan manusia kepada kesempurnaan. Namun sebaliknya, jika nafsu di luar kendali akal, niscaya akan menjerumuskan manusia ke dalam jurang kesengsaraan dan kehinaan.
Permusuhan berasal dari rasa benci yang dimiliki oleh seorang manusia. Sebagaimana cinta, benci juga berasal dari nafsu yang harus bertumpu di atas pondasi akal. Permusuhan di antara manusia terkadang karena kedengkian pada hal-hal duniawi seperti pada kasus anak-anak Nabi Adam as. Qabil dan Habil ataupun pada kisah Nabi Yusuf as. dan saudara-saudaranya. Terkadang pula permusuhan dikarenakan dasar ideologi dan keyakinan.
Allah Swt. menjelaskan dalam ayat ini, bahwa setelah peristiwa pembunuhan Qabil terhadap Habil, Allah Swt. menetapkan suatu hukum bahwa membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh seluruh manusia. Begitu juga menyelamatkan kehidupan seorang manusia, sama dengan menyelamatkan seluruh manusia. Ayat ini menyinggung sebuah prinsip sosial di mana masyarakat bagaikan sebuah tubuh, sedangkan individu-individu masyarakat merupakan anggota tubuh tersebut. Apabila sebuah anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lainnya pun ikut merasakan sakit.
Begitu juga apabila seseorang berani mencemari tangannya dengan darah orang yang tak berdosa, maka pada hakikatnya dia telah membunuh manusia- manusia lain yang tak berdosa. Dari segi sistem penciptaan manusia, terbunuhnya Habil telah menyebabkan hancurnya generasi besar suatu masyarakat, yang bakal tampil dan lahir di dunia ini. Al-Qur’an memberikan perhatian penuh terhadap perlindungan jiwa manusia dan menganggap membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh sebuah masyarakat. Pengadilan di negara-negara tertentu menjatuhkan hukuman qisas, yaitu membunuh orang yang telah membunuh. Di Indonesia juga pernah dilakukan hukuman mati bagi para pembunuh.
Berikut perilaku-perilaku toleransi yang harus dibina sesuai dengan ajaran Islam.
a. Saling menghargai adanya perbedaan keyakinan. Kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain agar mereka mengikuti keyakinan kita. Orang yang berkeyakinan lain pun tidak boleh memaksakan keyakinan kepada kita. Dengan memperlihatkan perilaku berakhlak mulia, insya Allah orang lain akan tertarik. Rasulullah saw. selalu memperlihatkan akhlak mulia kepada siapa pun termasuk musuh-musuhnya, banyak orang kafir yang tertarik kepada akhlak Rasulullah saw. lalu masuk Islam karena kemuliaannya.
b. Saling menghargai adanya perbedaan pendapat. Manusia diciptakan dengan membawa perbedaan. Kita mencoba menghargai perbedaan tersebut.
c. Belajar empati, yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, lalu bantulah orang yang membutuhkan. Sering terjadi tindak kekerasan disebabkan hilangnya rasa empati. Ketika mau mengganggu orang lain, harus sadar bahwa mengganggu itu akan menyakitkan, bagaimana kalau itu terjadi pada diri kita.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi dengan dibuatnya makalah ini diharapkya bertoleransi antar sesama, baik dari hal agama maupun dalam hal lain. Hal ini dibutuhkan untuk menciptakan kehidupan yang tentram, sehingga diperlukan kesediaan pada setiap individu manusia untuk selalu menanamkan sikap toleransi dalam beragama. Demikian semestinya toleransi beragama itu diterapkan dimasyarakat Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam. Tidak sepantasnya kaum muslimin lalai dari segenap prinsip dan patokan agamanya dalam bertoleransi. Karen kaum muslimin akan ditunggangi oelh musuh-musuhnya bila melalaikan prinsip-prinsip tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar